Biografi
MAKHLUK YANG ADA NAMUN TIADA NAMPAK MATA?
Sore itu aku menjemput anak perempuanku yang baru mendarat di Bandara Hang Nadim Batam. Anakku dosen Kimia UNP, Sumatra Barat. Sebenarnya dia mau pulang ke Batam akhir Maret 2020. Waktu itu anakku udah beli tiket akhir Maret, tapi dibatalkan. karena ada wabah atau pageblug jadi pulang ke Batam mundur awal April 2020. Anak saya berani pulang setelah ada SK libur dari Rektor UNP.
Karena waktu itu masih sedang merebaknya si makhluk yang ada namun tiada nampak mata jadi saya nggak berani njemput di depan kedatangan. Saya nunggu di mobil sesuai permintaan anak saya. Peristiwa ini nggak biasa saya lakukan kalau njemput anak maupun suami di bandara.
Setelah mendengar suara dari bandara kalau pesawat Citilink mendarat dari Padang barulah saya keluar dari mobil supaya nampak anak saya kalau-kalau dia bingung nyari saya. Sebenarnya saya kasihan sama anak saya karena harus jalan kaki menuju parkiran sambil bawa koper. Tapi mau nggak mau demi njaga kesehatan. Anakku berjalan menuju parkiran sambil membawa koper hitamnya. Aku lihat anakku dari jauh udah kelihatan walaupun pakai masker, aku udah bisa mengenalinya dari cara jalan. Aku panggil anakku,” Mbak Dewi…ibu di sini,” Iya bu, jawabnya. Aku pun memakai masker dan bawa hand saniteser di mobil untuk jaga-jaga.
Setelah anak saya masuk di mobil anak saya pun nggak berani salim yang menyentuh tangan, dia hanya salim dengan isyarat. Aku pun paham karena memang kondisi yang harus ditaati sebagai prosedur selama pandemik covid-19 yang diatur oleh pemerintah. Setelah sampai rumah dia langsung mandi, kramas dan ganti baju. Pas selesai mandi dia nggak bisa mbuka pintu kamar mandi. Dia manggi-manggil saya, Ibu…ibu kok nggak bisa dibuka pintunya. “Coba angkat sedikit,” jawabku. Setelah itu baru bisa.
Tak seperti biasa anak saya setelah makan malam langsung ke kamar nggak keluar-keluar. Saya juga khawatir. Tapi dia tahu diri karena dari rantau. Kayaknya nggak ada virus tapi kan kita nggak tahu selama di perjalanan jauh yang pakai pesawat. Karena makhluk ini ada namun tiada nampak mata. Bisa dilihat hanya pakai microskop yang canggih.
Hari demi hari anak saya mengisolasikan diri di kamarnya selama 2 minggu. Semua itu dia lakukan karena sayang sama bapak dan ibunya. Anak saya takut kalau sampai orang tuanya kena virus korona gara-gara dia. Apalagi dia dari Padang yang waktu itu di sana juga lagi marak-maraknya menyebarnya virus korona. Di Batam awal April s.d. Juni masih zona merah. Namun kadang-kadang saya lihat di perumahan walaupun lagi pademi korona, mereka nggak mematuhi protokol kesehatan. Saya lihat ibu-ibu pada ngrumpi tanpa menggunakan masker. Dianggap nggak terjadi apa-apa. Dianggap itu nggak berbahaya. Padahal itu sangat berbahaya. Tapi kalau diingatkan pada ngeyel. Ada juga penjual makanan keliling saya lihat juga nggak mematuhi protokol kesehatan. Mereka tanpa masker. Tapi ada juga yang beli. Yang beli pun ikut –ikutan nggak pakai masker. Maka dari itu supaya virus ini hilang dari permukaan bumi, kita harus taat sama pemerintah mematuhi protokol kesehatan. Supaya kita tetap sehat dan aman ikuti protokol kesehatan menurut pemerintah.